Iman yang Berlandaskan Pada Kasih Allah
Roma 8:31 - 39
Pendahuluan:
Cinta merupakan kebutuhan mutlak yang membuat
kepercayaan kita menjadi hidup, memberikan dorongan dan keberanian yang besar
untuk melakukan sesuatu. Cinta, yang dijadikan landasan iman, haruslah kembali
kepada objek cinta yang sejati. Ketika kita kembali kepada cinta yang sejati,
maka seluruh iman kita tidaklah dapat bergeser lagi, dan menjadi kekuatan bagi
kita sehingga seluruh perjuangan kita tidaklah mencelakakan kita.
Paulus semula begitu fanatik dan bersemangat
memperjuangkan kepercayaannya, tetapi akhirnya semua yang dikerjakannya justru
menghancurkan dia. Dalam perjalanannya ke Damsyik, Tuhan memukul dia sehingga
dia menjadi sadar bahwa apa yang selama ini begitu dia cintai dan dia
perjuangkan adalah sesuatu yang salah. Kalau Tuhan membiarkan dia sampai habis
maka dia tidak akan punya kesempatan untuk berbalik. Paulus begitu bersyukur atas
hajaran Tuhan.
Kemenangan kita bukanlah karena kehebatan kita
melainkan karena disandarkan pada kasih Allah. Allah yang mengasihi kita
membuat kita menjadi terjamin untuk menjadi orang yang lebih daripada pemenang.
Sebegitu mudahkah kalimat diatas? Di tengah dunia ini kasih justru membuat kita
menjadi orang yang kalah bahkan habis. Kasih di dunia ini, jika ditelusuri
secara mendalam dalam terang Firman Tuhan, bukanlah kasih yang sesungguhnya. Nah bagaimana Iman yang berlandaskan pada
kasih Allah hanya ada satu-satunya dalam iman kekristenan. Ada 3 alasan dasar
yang menjadikan kasih Allah layak sebagai landasan iman kita yaitu:
1) Allah adalah Kasih.
Kasih di tengah dunia hanyalah berupa atribut/ kata
sifat, maka manusia bukanlah cinta itu sendiri. Allah yang sejati tidak hanya
memiliki kasih tetapi Allah adalah Kasih itu sendiri. Konsep ini begitu besar
dan tidak boleh dibalik menjadi: Kasih adalah Allah. Kasih manusia bisa berubah
tanpa mengubah pribadi manusia. Kasih Allah adalah natur dari Allah, jika kasih
tersebut berubah maka Diri Allah juga berubah.
Cinta tidaklah bisa dijadikan landasan
pernikahan karena cinta manusia tidaklah bisa stabil. Landasan pernikahan yang
benar adalah sebagai perwakilan yaitu mewakili hubungan antara Kristus dengan
jemaat. Hubungan Kristus dengan jemaat tidaklah bisa bergeser karena bersifat
kekal. Maka dari itu kita sebagai manusia yang harus terus mencocokkan diri
dengan yang asli. Kekuatan kekekalan inilah yang menjadi dasar yang tidak bisa
bergeser.
Ketika manusia tidak kembali kepada Allah, maka
seluruh kata kasih yang dipakainya adalah kosong belaka dan bersifat
manipulatif. Adalah hal yang dahsyat jika kita kembali kepada kasih Allah.
Hanya dengan Allah yang adalah Kasih itulah manusia baru dapat mengerti kasih
dan bisa mengalami kasih sehingga bisa menjalankan kasih.
2) Kasih Allah bersifat ultimat.
Allah mencintai manusia bukan hanya karena Dia adalah
Kasih tetapi juga karena Dia telah mempraktekkan kasih dengan dahsyat yang
tidak bisa dibandingkan dengan cinta yang lain di dunia ini. Kasih Allah bukan
hanya besar tetapi besar sekali sampai tidak terkatakan karena Allah
merencanakan suatu perencanaan penyelamatan manusia, beribu tahun
mempersiapkannya, mengatur dan melibatkan begitu banyak pihak untuk menggenapi
rencanaNya tersebut. Dan bukan hanya itu, Dia juga memberikan AnakNya yang
tunggal, satu-satunya yang Dia kasihi.
Pikiran manusia berdosa adalah: mengapa Allah tidak
berkorban sendiri tetapi justru mengorbankan AnakNya? Saya semula juga tidak
mengerti akan hal ini, tetapi setelah saya menikah dan punya anak, saya menjadi
mengerti. Ketika melihat anak saya sakit/ menderita saya ingin sekali dapat
menggantikan posisinya untuk menderita, saya lebih tidak bisa tahan melihat
anak saya menderita daripada jika saya sendiri yang menderita, karena saya
mencintai anak saya. Adalah hal yang dahsyat jika Allah memberikan AnakNya yang
tunggal yang begitu dikasihiNya!
Itulah sebabnya Paulus bisa mengeluarkan suatu
pernyataan yang begitu dahsyat yaitu: Jika Allah di pihak kita, siapakah yang
akan melawan kita? Ia, yang tidak menyayangkan AnakNya sendiri, tetapi yang
menyerahkanNya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan
segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia? Inilah landasan iman yang
sangat dahsyat. Adakah lagi yang bisa menjadikan kita tidak bisa percaya?
Untuk bisa ikut Allah yang demikian tidaklah bisa atas
kemauan kita sendiri. Roma 8:33 mengatakan bahwa hanya orang-orang pilihan
Allah saja. Karena Allah yang memilih kita maka kita bisa menjadi hebat. Kalau
kita yang memilih Allah maka suatu hari nanti Dia bisa menjadi musuh kita
tetapi sebaliknya kalau Allah yang memilih kita maka Dia tidak akan menjadi
musuh kita. Allah mengasihi kita atas dasar inisiatif Allah sendiri.
Kasih Allah adalah dari dalam ke luar, bukan
sebaliknya. Beberapa waktu terakhir ini banyak pemberitaan mengenai banyaknya
wanita Inggris yang masuk menjadi penganut agama Islam, dan alasan yang mereka
kemukakan adalah: agama Islam sangatlah membela umat sehingga mereka merasa
lebih aman jika berada di dalamnya. Hampir semua kelompok yang demikian, yang
membela di luar sedemikian, ketika orang masuk ke dalamnya justru menjadi
korban penganiayaan. Bagian luar dibuat semenarik mungkin untuk menjadi daya
tarik demi memenuhi nafsu yang ada di dalamnya. Tuhan Yesus mengerjakan
banyak hal yang tidak menjadi daya tarik di bagian luarnya, karena cintaNya
adalah menggarap dari dalam/ mengerjakan sesuatu yang bersifat esensial. Allah
mengorbankan AnakNya merupakan manifestasi cinta yang begitu agung yang tidak
bisa dimengerti oleh manusia dan itulah cara Dia untuk membawa AnakNya kepada
kemuliaan yang sangat besar.
3) KasihNya tidak bersyarat.
Dunia mau mencintai selama yang dicintai dapat
menguntungkan dirinya. Tuhan mencintai manusia justru ketika manusia tidak
dapat memberikan keuntungan bagi Dia dan tidak ada apa-apa dalam diri manusia
yang layak untuk dicintai. Cinta yang demikian adalah cinta yang tidak
bersyarat. Madonna, seorang artis, pernah mengatakan bahwa untuk mencintai
tanpa syarat diperlukan keberanian yang sangat besar, karena berarti membuka
hati untuk dilukai. Itulah yang justru dilakukan oleh Tuhan Yesus. Cinta yang
tanpa syarat inilah yang layak untuk dijadikan landasan karena cinta yang
demikian sudah tidak akan berubah dan terus berjalan secara absolut.
Kita ini tidak ada apa-apanya di hadapan Tuhan, kita
telanjang di hadapan Allah, dan hanya karena anugerah Tuhanlah kita bisa terus
berjalan. Prinsip inilah yang menjadikan kita bisa memiliki landasan yang
kokoh. Roma 8:38-39 menegaskan hal ini.
Iman kita berlandaskan kepada cinta yang adalah
DiriNya Allah sendiri, yang dilaksanakanNya dengan begitu dahsyat dan
diberikanNya kepada manusia yang tidak layak menerimanya. Adakah hal lain di
dunia ini yang bisa membuat kita membuang cinta Tuhan yang sedemikian dan
menggeser iman kita dari Tuhan? Di tengah-tengah zaman yang seperti ini, marilah
kita membangun kualitas iman kita berdasarkan anugerah cinta Tuhan, dan itulah
yang kita bawa untuk memenangkan banyak jiwa. Amin...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar