SYALOM

SYALOM..KARENA BAGIKU HIDUP ADALAH KRISTUS DAN MATI ADALAH KEUNTUNGAN (FILIPI. 1:21)

Jumat, 15 November 2013

BERTOBAT DAN MENJADI SEPERTI SEORANG ANAK !

BERTOBAT DAN MENJADI SEPERTI SEORANG ANAK ! (Minggu, 17 Nopember 2013)

Matius 18:1-5

Saya tidak tahu, apa perasaan saudara jika suatu ketika ada orang berkata kepada saudara “akh….Anda ini seperti anak kecil saja!” Anda suka? Oh… saudara, rasa-rasanya (kalau kita mau jujur) hampir tak ada seorang manusia pun yang suka, apalagi bagi yang menganggap dirinya telah berusia, berpengalaman, koq dikatakan seperti anak kecil? Apalagi bila yang ucapan tersebut ditujukan kepada tokoh yang berpendidikan, orang dalam status sosial tertentu, atau orang terpandang di masyarakat. Dapat kita bayangkan bila itu terjadi?

Namun ucapan semacam itu pernah diucapkan oleh Yesus sendiri kepada para murid (walau ucapanNya tidak persis sama seperti yang kita sebutkan tadi). Bahkan agak lebih ektrim, Yesus menempatkan seorang anak kecil di depan para murid sebagai sampel. Ya, supaya bertobat kembali belajar dari sifat seorang anak kecil. Oh ya? Ada apa dengan para murid? Nah, ini saudara yang perlu kita cermati. Peristiwa itu terjadi manakala para murid bertanya kepada Yesus : "Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga ?" Pertanyaan luar biasa. Pertanyaan yang juga penting (maklum menurut versi mereka Yesus sebentar lagi menjadi penguasa). Dan bila benar seperti dugaan mereka, bila Yesus sebagai Raja, sebagai penguasa, bukankah wajar bila para murid sebagai orang terdekat juga harus memiliki peran penting di pemerintahan?

Menurut saudara, salahkah para murid menanyakan kejelasan status dan kedudukan mereka? Oh, saudara, janganlah kita cepat-cepat menghakimi para murid bahwa apa yang mereka lakukan itu salah. Sebenarnya wajar saja. Yesus pun tak menyalahkan mereka. Hanya…..nah ini yang perlu kita garis bawahi! Apa itu? Bahayanya! Murid-murid Yesus mempersoalkan dan meributkan Soal KEDUDUKAN !! Soal STATUS !! Ini tentu saja bertentangan dengan misi Kerajaan Allah itu sendiri. Yang diincar bukan lagi pelayanan, tetapi keuntungan. Hidup mereka semakin mengarah kepada diri sendiri, bukan kepada sesame. Itu sebabnya Yesus meminta mereka agar bertobat dan menjadi seperti anak kecil. Seorang anak tidak memedulikan status atau gengsi. Ia mengakui dirinya tak berdaya dan bergantung sepenuhnya pada orang lain. Inilah kerendahan hati sejati.

Pertanyaan murid-murid Yesus tentang siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga tak terlepas dari persepsi mereka tentang seorang Mesias yang akan membebaskan mereka dari bangsa Roma dan Yesus kemudian tampil menjadi raja mereka. Tak heran, mereka sibuk memikirkan dan membayangkan posisi mereka kelak. Saudara, sungguh sangat menyedihkan bila ini terjadi dalam kehidupan orang percaya. Bila orang berebut kekuasaan, semua ingin jadi pemimpin. Sungguh disayangkan bila para Pengerja, para Pelayan/Hamba Tuhan ... ribut, bertengkar, salah paham, saling menyakiti, saling menjatuhkan, untuk mendapat posisi atau kedudukan dalam gereja Tuhan! Sungguh memalukan bila sifat orang percaya memiliki karakter lebih jelek dari orang dunia!

Menjadi seorang utusan pertama-tama bukanlah untuk mencari nama besar ataupun jabatan penting tetapi justru untuk memuliakan Bapa-mu yang disurga (Mat 5 : 16). Apa artinya ? Menjadi murid Yesus, menjadi pengikut Yesus, apalagi menjadi pelayan Yesus harus siap untuk tidak dihargai, tidak dihormati, tidak dianggap, tidak diakui perannya. Menjadi pelayan adalah salah wujud keikutsertaan kita didalam tugas perutusan. Seperti Kristus keluar dari Surga, datang kepada manusia untuk membagi kasih dan membawa manusia kepada keselamatan, kita orang-orang Kristen sebagai murid-murid Yesus juga dipanggil untuk hal yang sama. Kita harus keluar dari diri sendiri, menjadi seorang utusan dan menjadi hamba bagi orang lain. “ ….. sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu.” (Yoh. 20:21).

Saudara, anda juga ingin ingin menjadi yang utama? Ingin masuk Sorga? Oh, itu tidak salah! Jika kita mau menjadi yang terbesar, maka pertobatan dari sifat-sifat kedagingan itu mutlak! Bukan kekuasaan, tetapi pelayan, menjadi hamba bagi yang lain! Jika orang ingin masuk sorga, maka memiliki sikap seseorang anak tak bisa ditawar-tawar! Ya, sifat ketergantungan total kepada Allah, sifat kerendahan hati mutlak harus ada!

Yesus menegaskan bahwa kita harus menjadi pelayan bagi yang lain! dan mengambil sikap seperti seorang anak kecil! Oh, ya? Menjadi seperti anak kecil? Ada apa dengan anak kecil? Apa yang ada dibenak kita ketika harus mempersepsikan seorang anak kecil? Bukankah mendengar istilah “anak” itu berkonotasi agak negativ? Sifat yang tergantung kepada orang lain (orang tua?), lemah, tidak mandiri, kurang intelek, dst.? Tapi tunggu dulu, tidak semua sifat seorang anak kecil itu negativ! Ada hal-hal luar biasa dari sifat seorang anak kecil. Bahkan harus dimiliki oleh siapa saja. Termasuk Anda dan saya.

Seorang anak menggantungkan hidupnya kepada orang tuanya. Seorang anak kecil sangat percaya kepada orang tuanya tanpa banyak tanya. Seorang anak kecil sepenuhnya pasrah pada kehendak orang tuanya. Dalam konteks kerohanian, inilah yang disebut dengan IMAN. Iman adalah sebuah bentuk kepasrahan total kepada kehendak dan rencana Allah semata. Artinya juga, bahwa kita berani dan mau menanggalkan segala sesuatu yang tidak berkenan kepada Allah dan hanya melakukan apa yang menjadi kehendak-NYA saja.

“Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga?” seperti yang ditanyakan oleh murid-murid Yesus, seringkali juga muncul dalam benak para pelayan-pelayan Kristus saat ini, walau mungkin bukan dalam konteks Kerajaan Allah. Konsep utama Alkitab tentang kepemimpinan adalah kepemimpinan yang melayani. Hal tersebut terlihat di dalam ucapan Yesus berikut ini. “Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka.” (Matius 20:25).

Melalui perkataan-Nya dan ajaran-Nya Yesus memperlihatkan perbandingan bahwa kepemimpinan dengan gaya dunia memiliki ciri-ciri otokratis; lebih banyak memerintah daripada melayani pengikut; lebih banyak menempatkan pimpinan sebagai bos daripada pemimpin. Yesus mengajarkan bahwa seorang pemimpin justru harus menjauhi hal-hal berbau otokratis. Gaya otokratis bertolak belakang dengan yang Yesus kehendaki dan tampilkan, yakni kasih, keadilan, kebenaran, damai sejahtera, pengampunan, dan kerendahan hati. Amin!

Pdt. Kristinus Unting, M.Div

___________________

BILA ALLAH BERJANJI PASTI IA TEPATI

BILA ALLAH BERJANJI PASTI IA TEPATI

Kejadian 46:1-34

“Lidah memang tak bertulang, tak terbatas kata-kata. Tinggi gunung seribu janji, lain di bibir, lain di hati...” itulah bunyi penggalan syair indah sebuah lagu yang cukup populer di tahun 70-an. Lagu itu hendak bertutur soal janji yang sering tidak ditepati oleh seseorang kepada kekasihnya. Sering menimbulkan kecewa, luka di hati akibat janji yang tak ditepati. Ya, itulah yang sering terjadi bila manusia yang berjanji. Hari ini menyatakan cinta, besok atau lusa jadi lupa. Hari ini ucapkan sayang, besok atau lusa bagai “habis manis sepah dibuang”.

Banyak kisah peristiwa dalam hidup ini yang meninggalkan cerita lara dan air mata menyesak dada karena ulah janji-janji anak manusia di muka bumi. Dalam pengalaman nyata, tidak kurang itu juga bisa terjadi antar saudara, teman akrab, teman bisnis, seorang kekasih, seorang yang hendak mencalonkan diri jadi pemimpin. Penipuan sering terjadi juga karena dibumbui janji-janji. Ada juga orang yang tertipu mengharapkan janji-janji bak setinggi gunung, namun apa dinyana hanya kecewa, mengharap seribu janji yang ternyata lain di bibir lain dihati.

Bagaimana kalau Tuhan yang berjanji? Nah, ini berbeda! Antara langit dan bumi bedanya. Janji Tuhan itu suci, sungguh dapat dipercaya. Allah tak pernah lupa akan janjinya, semua Ia tepati. Dari dulu kini bahkan sampai selamanya! Bumi boleh berguncang, air laut boleh kekeringan, waktu boleh berlalu, tapi janji Tuhan tak pernah berlalu. Banyak sudah bukti tercatat dalam Alkitab bahwa Tuhan menepati janji-Nya. “...Akulah Allah, Allah ayahmu, janganlah takut pergi ke Mesir, sebab Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar di sana. Aku sendiri akan menyertai engkau pergi ke Mesir dan tentulah Aku juga akan membawa engkau kembali...” (ay.3-4). Demikianlah petikan janji Tuhan kepada Yakub, dan Allah menepatinya. Karena itu, terlalu mengharap 100% pada janji-janji dan bersandar kepada manusia adalah kebodohan, dan meragukan janji Tuhan adalah kerugian! Amin

(Pdt.Kristinus Unting)

Bertumbuh Menuju Pengenalan Akan Allah

BERTUMBUH MENUJU PENGENALAN AKAN ALLAH

Lukas 2:41-52

Kisah yang menarik tentang satu keluarga Yusuf dan Maria. Menarik karena memuat nilai prinsif kehidupan yang paling sentral, bagaimana sikap hidup ketaan dan tanggungjawab. Bukan hanya tanggungjawab untuk mencerdaskan anak soal kecerdasan intelek anak, tetapi pembinaan dalam takut akan Allah.Dikatakan bahwa "mereka pergi ke Yerusalem setiap tahun, pada hari raya Paskah." Mereka secara teratur menghormati tata cara yang ditunjuk Allah dan mereka menghormati tata cara tersebut bersama-sama. Jarak dari Nazaret ke Yerusalem luar biasa jauhnya. Perjalanan, bagi orang miskin yang tidak memiliki sarana angkutan, pasti merupakan sesuatu yang tidak nyaman dan melelahkan. Untuk meninggalkan rumah dan segala kesibukannya selama beberapa minggu menelan biaya yang tidak sedikit. Tetapi Allah telah memberikan kepada Israel suatu perintah, dan Yusuf dan Maria benar-benar mematuhi itu.

Allah telah menetapkan beberapa hal untuk kebaikan rohani mereka, dan mereka secara teratur melaksanakannya. Dan semua yang mereka lakukan mengenai hari raya Paskah Yahudi, mereka lakukan bersama-sama. Dalam nas ini dikisahkan, Yesus yang semasa kanak-kanak "duduk di tengah- tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka" (Lukas 2:46). Amsal 1:5 menyatakan bahwa "baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan". Marilah kita bertanya kepada mereka yang hidup dengan mencari hikmat Allah.

Apa yang menarik dari bacaan kita? Lukas mengatakan bahwa " Yesus makin bertambah besar dan hikmatnya dan besarNya dan makin dikasihi Oleh Tuhan dan manusia" (Lukas 2:52). Kenapa menarik? Dalam konteks jaman sekarang ini menarik sebab Yesus dan bertumbuh baik secara fisik maupun rohani. Artinya peranan Maria dan Yusuf sebagai keluarga sangat penting. Waktu Yesus dibawa ke Yerusalem untuk merayakan Paskah, tetapi saat pulang ke rumah, Yesus sempat menghilang dan membuat Maria dan Yusuf khawatir luar biasa. Lalu Maria dan Yusuf kembali ke Yerusalem dan mencari Yesus dan menemukannya di Bait Allah (Lukas 2 : 41–52).

Kita dapat belajar dari orang lain bila kita mau merendahkan hati dan mengakui betapa sedikit yang kita ketahui. Kesediaan untuk belajar merupakan tanda orang yang bijaksana. Kita akan mendapatkan wawasan dengan mendengarkan mereka yang telah berpengalaman dan tahu lebih banyak dari kita, yakni pengetahuan yang tidak kita dapatkan karena terhalang oleh kesombongan kita. Jika anda berpikir telah mengetahui segala sesuatu sesungguhnya anda masih harus banyak belajar. Apa yang diucapkan Yesus saat Dia berusia 12 tahun seharusnya digaungkan oleh setiap orang percaya: "Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku" (Lukas 2:49).

Namun, berapa banyak orang yang mengaku diri sebagai anak-anak Allah oleh iman dalam Kristus, mau aktif terlibat dalam pekerjaan Tuhan? Sukses dalam pekerjaan (sekuler) tampaknya menjadi pendorong motivasi bagi banyak orang. Mereka menyetujui dan mempraktekkan filsafat sang penemu sekaligus raja mobil Henry Ford: "Saya tidak percaya orang dapat benar-benar lupa pada pekerjaannya. Ia harus memikirkannya hari demi hari dan memimpikannya setiap malam.... Orang-orang yang memakai otaknya pasti tahu bahwa pekerjaan akan menyelamatkan umat manusia secara moral, fisik, dan sosial. Pekerjaan bukan saja memberi penghidupan bagi kita; tetapi juga memberi kita kehidupan." Hanya sayang, manusia hanya berlomba untuk mendapatkan kebahagiaan duniawi semata, tapi semakin melupakan tujuan sentralanya yaitu keselamatan jiwa! Amin!
 
Pdt. Kristinus Unting, M.Div
 

Kamis, 14 November 2013

Ada Surga di Dalam Rumah Tangga

ADA SORGA DALAM RUMAH TANGGA ORANG PERCAYA (Rabu, 13 Nopember 2013)
Mazmur 128:1-6

Mazmur 128, adalah nyanyian ziarah tentang rumah tangga, bagian dari nyanyian ziarah ketika umat Tuhan akan pergi ke Bait Allah. Orang Israel yang berumur di atas 12 tahun harus pergi ke Yerusalem dan di tengah-tengah perjalanan, mereka menaikkan nyanyian-nyanyian, salah satunya adalah nyanyian Mazmur 128 ini. Nyanyian tentang berkat. Berkat atas rumah tangga. Ini adalah satu kerinduan bagi mereka, yaitu setiap keluarga yang pergi menyembah ke Yerusalem mendapatkan berkat bagi rumah tangga mereka.

Dewasa ini banyak media mengungkap rahasia membangun keluarga bahagia. Keluarga yang diberkati. Namun, sesungguhnya yang terbaik telah dibeberkan oleh firman Allah sendiri. Kebahagiaan sejati tidak dapat dilepaskan dari Tuhan. Kata "berkat" berasal dari bahasa Ibrani "barakh", dan diterjemahkan bahasa Arab, "barokah". Tuhan rindu kita semua diberkati dalam keluarga kita. Bila Dia menjadi Nakhoda bahtera rumah tangga kita, maka tak ada badai yang tak dapat Dia redakan. Mazmur ini diawali dengan berkat. Saudara senang bahwa hidup kita diawali dengan berkat? Kehidupan rumah tangga kita diawali dengan berkat. Apa sih, syarat untuk diberkati oleh Tuhan?

Pertama, hidup menurut jalan Tuhan (ay.1b). Dalam bahasa Inggris, "who walks in His ways", menurut jalan-Nya, bukan jalan kita! "Jalan" di sini berasal dari bahasa Ibrani, "derek", artinya melekat pada Tuhan supaya bisa dituntun oleh Tuhan. Jalan Tuhan sering berbeda dengan jalan kita. Kita sering mau ambil jalan pintas, apalagi sekarang budaya instan, kopi instan, mie instan, beras instan, dan kadang doa kita maunya instan. Semua serba instan. Bukan demikian. Kalau kita mau diberkati maka kita harus hidup dalam jalan Tuhan.

Takut akan Tuhan saudara-saudara, itu adalah dasar dari segala sesuatu. Itu syarat pertama! Dikatakan setiap laki-laki yang takut akan Tuhan. Yang hidup menurut jalan yang ditunjukkkan-Nya. Tuhan memberkati engkau dari Sion. Sion itu Gereja. Sion ini tidak ada hubungan dengan Israel, Zionisme, tidak ada hubungan. Sion disini adalah tempat kebaktian. Jadi kalau saudara berbakti, ada berkat dari Tuhan. Tuhan memberkati saudara waktu saudara kebaktian. Itu sebabnya kita datang beribadah, karena kita membutuhkan Tuhan.

Kedua, Rajin bekerja. Apabila engkau makan hasil jerih payah tanganmu (ay. 2). Tuhan tidak ajar kita malas. Tetapi sebaliknya dikatakan apabila engkau makan hasil jerih payahmu. Tangan yang lamban kata Amsal, membawa kepada kemiskinan. Tapi tangan yang rajin membawa kepada berkat Tuhan yang luar biasa. Berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu. It shall be, akan baik keadaanmu. Kalau rajin, keadaanmu itu akan baik. Kita harus berjerih lelah. Tuhan tidak memberkati orang yang malas. Tangan yang lamban kata Amsal, membawa kepada kemiskinan. Tapi tangan yang rajin membawa kepada berkat Tuhan yang luar biasa.

Berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu. It shall be, akan baik keadaanmu. Kalau rajin, keadaanmu itu akan baik. Kata berbahagialah di dalam bahasa Ibrani adalah, ashar. Ashar artinya, diberkati dengan tiada berhenti-hentinya. Sama dengan gulungan ombak, yang bergulung-gulung terlepas di pantai, tapi waktu belum habis, gulungan ombak di belakangnya sudah datang lagi. Berkat Tuhan secara materi dalam hidup saudara, adalah seperti ashar. Seperti gulungan ombak. Seperti sudah mau habis, tapi dibelakang saudara sudah ada lagi gulungan ombak berkat Tuhan.

Dikatakan, apabila engkau makan hasil jerih payah tanganmu, berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu. Kata bahagia yang kedua ini disebut happy, bukan blessed. Jadi yang pertama diberkati, dan berkat Tuhan yang kedua adalah happiness, kebahagiaan. Dikatakan, isterimu akan menjadi seperti pohon anggur yang subur di dalam rumahmu. Dalam bahasa Inggris, in the very heart of your house. Menjadi sentral di jantungnya rumahmu. Isterimu akan menjadi seperti pohon anggur yang subur. Frutiful vine In the very heart of your house. Ditengah-tengah rumah tanggamu (ay.3a).

Demikian juga disebutkan, anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun. Bahasa Inggris, your children like olive plants. Saudara mungkin tidak tahu olive itu seperti apa. Kalau saudara ada makan di hotel, selalu ada buah seperti anggur tapi hitam, ada yang hijau, asem-asem. Itu sangat terkenal. Minyaknya yang pertama dibikin untuk minyak urapan, dari olive, zaitun. Minyak zaitun adalah bisa jadi obat, dimakanpun tidak jadi racun. Anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun. Dan pohon zaitun disekeliling mejamu(ay.3b) Mereka akan menjadi penghiburan, akan menjadi obat akan menjadi pertolongan bagi saudar-saudara sekalian. Disekeliling mejamu, meja makan, bahasa Ibrani shûlchân. Oh, betapa indahnya kebahagiaan yang datang dari berkat Tuhan. Ada sorga dalam rumah tangga orang percaya. Tentu kita semua merindukannya! Amin!
 
Pdt. Kristinus Unting, M.Div
ADA SORGA DALAM RUMAH TANGGA ORANG PERCAYA (Rabu, 13 Nopember 2013)

Mazmur 128:1-6

Mazmur 128, adalah nyanyian ziarah tentang rumah tangga, bagian dari nyanyian ziarah ketika umat Tuhan akan pergi ke Bait Allah. Orang Israel yang berumur di atas 12 tahun harus pergi ke Yerusalem dan di tengah-tengah perjalanan, mereka menaikkan nyanyian-nyanyian, salah satunya adalah nyanyian Mazmur 128 ini. Nyanyian tentang berkat. Berkat atas rumah tangga. Ini adalah satu kerinduan bagi mereka, yaitu setiap keluarga yang pergi menyembah ke Yerusalem mendapatkan berkat bagi rumah tangga mereka.

Dewasa ini banyak media mengungkap rahasia membangun keluarga bahagia. Keluarga yang diberkati. Namun, sesungguhnya yang terbaik telah dibeberkan oleh firman Allah sendiri. Kebahagiaan sejati tidak dapat dilepaskan dari Tuhan.  Kata "berkat" berasal dari bahasa Ibrani "barakh", dan diterjemahkan bahasa Arab, "barokah". Tuhan rindu kita semua diberkati dalam keluarga kita.  Bila Dia menjadi Nakhoda bahtera rumah tangga kita, maka tak ada badai yang tak dapat Dia redakan. Mazmur ini diawali dengan berkat. Saudara senang bahwa hidup kita diawali dengan berkat? Kehidupan rumah tangga kita diawali dengan berkat.  Apa sih, syarat untuk diberkati oleh Tuhan? 

Pertama, hidup menurut jalan Tuhan (ay.1b). Dalam bahasa Inggris, "who walks in His ways", menurut jalan-Nya, bukan jalan kita! "Jalan" di sini berasal dari bahasa Ibrani, "derek", artinya melekat pada Tuhan supaya bisa dituntun oleh Tuhan. Jalan Tuhan sering berbeda dengan jalan kita. Kita sering mau ambil jalan pintas, apalagi sekarang budaya instan, kopi instan, mie instan, beras instan, dan kadang doa kita maunya instan. Semua serba instan.  Bukan demikian. Kalau kita mau  diberkati maka kita harus hidup dalam jalan Tuhan. 

Takut akan Tuhan saudara-saudara, itu adalah dasar dari segala sesuatu. Itu syarat pertama! Dikatakan setiap laki-laki yang takut akan Tuhan. Yang hidup menurut jalan yang ditunjukkkan-Nya. Tuhan memberkati engkau dari Sion. Sion itu Gereja. Sion ini tidak ada hubungan dengan Israel, Zionisme, tidak ada hubungan. Sion disini adalah tempat kebaktian. Jadi kalau saudara berbakti, ada berkat dari Tuhan. Tuhan memberkati saudara waktu saudara kebaktian. Itu sebabnya kita datang beribadah, karena kita membutuhkan Tuhan.

Kedua, Rajin bekerja. Apabila engkau makan hasil jerih payah tanganmu (ay. 2). Tuhan tidak ajar kita malas. Tetapi sebaliknya dikatakan apabila engkau makan hasil jerih payahmu. Tangan yang lamban kata Amsal, membawa kepada kemiskinan. Tapi tangan yang rajin membawa kepada berkat Tuhan yang luar biasa. Berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu. It shall be, akan baik keadaanmu. Kalau rajin, keadaanmu itu akan baik. Kita harus berjerih lelah. Tuhan tidak memberkati orang yang malas. Tangan yang lamban kata Amsal, membawa kepada kemiskinan. Tapi tangan yang rajin membawa kepada berkat Tuhan yang luar biasa. 

Berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu. It shall be, akan baik keadaanmu. Kalau rajin, keadaanmu itu akan baik. Kata berbahagialah di dalam bahasa Ibrani adalah, ashar. Ashar artinya, diberkati dengan tiada berhenti-hentinya. Sama dengan gulungan ombak, yang bergulung-gulung terlepas di pantai, tapi waktu belum habis, gulungan ombak di belakangnya sudah datang lagi. Berkat Tuhan secara materi dalam hidup saudara, adalah seperti ashar. Seperti gulungan ombak. Seperti sudah mau habis, tapi dibelakang saudara sudah ada lagi gulungan ombak berkat Tuhan. 

Dikatakan, apabila engkau makan hasil jerih payah tanganmu, berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu. Kata bahagia yang kedua ini disebut happy, bukan blessed. Jadi yang pertama diberkati, dan berkat Tuhan yang kedua adalah happiness, kebahagiaan.  Dikatakan, isterimu akan menjadi seperti pohon anggur yang subur di dalam rumahmu. Dalam bahasa Inggris, in the very heart of your house. Menjadi sentral di jantungnya rumahmu. Isterimu akan menjadi seperti pohon anggur yang subur. Frutiful vine In the very heart of your house. Ditengah-tengah rumah tanggamu (ay.3a).

Demikian juga disebutkan,  anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun. Bahasa Inggris, your children like olive plants. Saudara mungkin tidak tahu olive itu seperti apa. Kalau saudara ada makan di hotel, selalu ada buah seperti anggur tapi hitam, ada yang hijau, asem-asem. Itu sangat terkenal. Minyaknya yang pertama dibikin untuk minyak urapan, dari olive, zaitun. Minyak zaitun adalah bisa jadi obat, dimakanpun tidak jadi racun. Anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun. Dan pohon zaitun disekeliling mejamu(ay.3b) Mereka akan menjadi penghiburan, akan menjadi obat akan menjadi pertolongan bagi saudar-saudara sekalian. Disekeliling mejamu, meja makan, bahasa Ibrani shûlchân. Oh, betapa indahnya kebahagiaan yang datang dari berkat Tuhan. Ada sorga dalam rumah tangga orang percaya. Tentu kita semua merindukannya! Amin!

ANDAI DULU KUDENGARKAN NASIHAT ORANGTUAKU

ANDAI DULU KUDENGARKAN NASIHAT ORANGTUAKU (Kamis, 14 Nopember 2013)

Amsal 23:19-28

Kata bijak mengatakan: "Orang paling rugi di dunia dan akhirat adalah orang yang tidak bisa meraih surga sedangkan dia memiliki orang tua". Ini menunjukkan betapa orang tua sumber berkah bagi anak-anaknya. Saya percaya semua kita ingin diberkati oleh Tuhan. Saya percaya semua kita rindu untuk masuk sorga nantinya. Saya ingin mengajak kita semua (khususnya orang muda), untuk merenungkan secara dalam bait-bait syair berikut ini, agar tak ada penyesalan nantinya, jika pintu sorga yang kita harapkan, ternyata pintu neraka yang terbentang. Semoga menjadi berkat bagi kita semua:

Anak – Anakku dengarlah Ayahmu berpesan
sebagai nasehat untukmu sebelum ayah dan ibumu memejamkan mata
dan sebagai ingatanmu dan kenanganmu……

Anak – anakku yang tercinta
Jika engkau alim, jadilah obor bagi alam semesta
Jika engkau jahil, Bernaunglah di bawah cahaya
Jika engkau kaya, jadilah bank kepada masyarakat
Jika engkau miskin, Berbanggalah untuk kemuliaan nama Tuhanmu

Hindarilah dari berminta – minta anakku
agar terpelihara kemuliaanmu
biarlah kamu miskin di hadapan manusia
akan tetapi engkau diperkaya di hadapan Allah

Anak – anakku…
Jika engkau menjadi seorang saudagar, Jauhilah riba dan betulkan timbanganmu
jujurlah dalam jual beli
dan Jika kamu perlu, miintalah kepada Allah sumber segala rejeki
agar manusia tidak menghinamu
dan Jika engkau menjadi seorang pemimpin,
Jadilah payung kepada umat, rendahkanlah sayapmu
dan Jika engkau di pimpin, Serahkanlah keppada kebijaksanaan pemimpinmu

Anakku…
Jika engkau menjadi seorang pejuang,
banyaklah bertaqwa kepada Allah
hadapilah musuh jangan melampaui batas – batasnya

Anak – Anakku,
Jika engkau menderita, Berserah dirilah engkau itu tanda taat kepada Allah
Allah Kasih kepadamu,
Kasih Allah lebih besar dari Kasih Seorang Ibu kepada anaknya……….
Itulah Nasehat untukmu Anak – Anakku sebagai bekalan hidup dihari depan nanti………..

Semua orang tua ingin anaknya menjadi lebih baik darinya. Itulah harapan semua orang tua, baik orang tua manusia maupun "orang tua" hewan. Seekor induk singa yang maha ganas tidak akan pernah mau memangsa anaknya! Seorang ayah menasehati anaknya, karena dilandasi rasa sayang dan cinta yang begitu tulus kepada anaknya. Wahai orang muda, jagalah kehormatanmu. Janganlah sekali-kali kamu menyakiti ayah atau ibumu. Karena sorga atau neraka, pertama-tama adalah sikapmu kepada Tuhanmu yang kelihatan, yaitu sikapmu kepada kedua orangtuamu. Karena mustahil engkau beriman kepada Tuhan yang tidak kelihatan, bila sementara sikapmu belum betul kepada Tuhan yang kelihatan, yaitu kedua orang tuamu yang nyata-nyata di hadapanmu. Amin!
 
Pdt. Kristinus Unting, M.Div.

Selasa, 12 November 2013

ISTIMEWA TAPI TIDAK MANJA

ISTIMEWA TAPI TIDAK MANJA (Selasa, 11 Nopember 2013)
Efesus 6:1-9

Seorang konselor keluarga, John Rosemond, bertanya, “Apakah anak Anda istimewa ... orang paling istimewa di dunia ini?” Ia melanjutkan, “Bagi Anda, itu sudah pasti!” Menurut Rosemond, membiarkan anak Anda tahu bahwa dirinya istimewa, bagi Anda mungkin itu adalah hal yang sehat. Namun anak tidak boleh tumbuh dengan perasaan bahwa dirinya adalah yang paling istimewa dibanding orang-orang di sekitarnya. “Anak itu,” ia memperingatkan, “akan cenderung berpikir bahwa dirinya juga layak memperoleh barang dan hak yang istimewa pula. Ia menjadi mudah membenarkan diri bila marah karena sakit hati, egoisme, dan rasa iri.” Bagaimana cara menghindari bahaya ini?

Orangtua kristiani yang berpegang pada Kitab Suci, sesungguhnya telah diperlengkapi untuk memberikan perhatian yang seimbang. Pertama, mereka dapat memberikan perhatian kepada anak-anak tanpa memanjakan, yakni dengan memberi tahu bahwa setiap anak adalah ciptaan Allah yang unik (Mazmur 139:13-16). Kedua, orangtua dapat mengajar putra-putri mereka bahwa setiap manusia memiliki dorongan yang kuat untuk berbuat dosa, sehingga mereka juga memerlukan kasih karunia Kristus yang menyelamatkan (Roma 3:23,24).

Orangtua yang menanamkan prinsip seperti ini sesungguhnya sedang mematuhi perintah Rasul Paulus dalam hal pengasuhan anak: “Didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan” (Efesus 6:4). Anak yang dibesarkan dengan cara demikian akan dapat tetap merasa istimewa tanpa harus dimanjakan (Joanie Yoder). Saat ini kita hidup dalam dunia di mana bunuh diri di kalangan remaja menjadi suatu kenyataan yang menggelisahkan. Mengapa mereka begitu putus harapan? Terlalu banyak orang muda yang tidak memiliki alasan untuk hidup. Mereka tidak mengenal sukacita dalam hubungan dengan Allah. Banyak orang mungkin mengetahui ucapan Mark Twain yang terkenal berikut ini, “Ketika saya masih berusia 14 tahun, Ayah mengabaikan saya, sampai-sampai saya tidak tahan berdekatan dengannya. Namun saat berusia 21 tahun, saya takjub melihat begitu banyak perubahan yang dilakukan Ayah dalam kurun waktu 7 tahun.”

Sikap anak-anak terhadap orang tua sering kali berubah seiring dengan bertambahnya usia mereka. Sebagian remaja cenderung bersikap kurang hormat terhadap ayah dan ibu mereka. Tentu saja ini sangat memprihatinkan. Namun setelah beranjak dewasa, banyak dari mereka yang menyadari bahwa ayah dan ibu mereka memang tahu lebih banyak dari yang mereka duga. Alkitab mengatakan, “Hai anak-anak, taatilah orangtuamu didalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu –ini adalah perintah yang penting—seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi” (Efesus 6:1-3). Kitab Amsal juga mengajarkan hal yang sama, “Dengarkanlah ayahmu yang memperanakkan engkau.… Ayah seorang yang benar akan bersorak-sorak; yang memperanakkan orang-orang yang bijak akan bersukacita karena dia.” (Amsal 23:22,24). Ingatlah, anak-anak yang bijak akan membuat ayah mereka bersukacita! Amin!
ISTIMEWA TAPI TIDAK MANJA (Selasa, 11 Nopember 2013)

Efesus 6:1-9

Seorang konselor keluarga, John Rosemond, bertanya, “Apakah anak Anda istimewa ... orang paling istimewa di dunia ini?” Ia melanjutkan, “Bagi Anda, itu sudah pasti!” Menurut Rosemond, membiarkan anak Anda tahu bahwa dirinya istimewa, bagi Anda mungkin itu adalah hal yang sehat. Namun anak tidak boleh tumbuh dengan perasaan bahwa dirinya adalah yang paling istimewa dibanding orang-orang di sekitarnya. “Anak itu,” ia memperingatkan, “akan cenderung berpikir bahwa dirinya juga layak memperoleh barang dan hak yang istimewa pula. Ia menjadi mudah membenarkan diri bila marah karena sakit hati, egoisme, dan rasa iri.” Bagaimana cara menghindari bahaya ini? 

Orangtua kristiani yang berpegang pada Kitab Suci, sesungguhnya telah diperlengkapi untuk memberikan perhatian yang seimbang. Pertama, mereka dapat memberikan perhatian kepada anak-anak tanpa memanjakan, yakni dengan memberi tahu bahwa setiap anak adalah ciptaan Allah yang unik (Mazmur 139:13-16). Kedua, orangtua dapat mengajar putra-putri mereka bahwa setiap manusia memiliki dorongan yang kuat untuk berbuat dosa, sehingga mereka juga memerlukan kasih karunia Kristus yang menyelamatkan (Roma 3:23,24). 

Orangtua yang menanamkan prinsip seperti ini sesungguhnya sedang mematuhi perintah Rasul Paulus dalam hal pengasuhan anak: “Didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan” (Efesus 6:4). Anak yang dibesarkan dengan cara demikian akan dapat tetap merasa istimewa tanpa harus dimanjakan (Joanie Yoder). Saat ini kita hidup dalam dunia di mana bunuh diri di kalangan remaja menjadi suatu kenyataan yang menggelisahkan. Mengapa mereka begitu putus harapan? Terlalu banyak orang muda yang tidak memiliki alasan untuk hidup. Mereka tidak mengenal sukacita dalam hubungan dengan Allah. Banyak orang mungkin mengetahui ucapan Mark Twain yang terkenal berikut ini, “Ketika saya masih berusia 14 tahun, Ayah mengabaikan saya, sampai-sampai saya tidak tahan berdekatan dengannya. Namun saat berusia 21 tahun, saya takjub melihat begitu banyak perubahan yang dilakukan Ayah dalam kurun waktu 7 tahun.” 

Sikap anak-anak terhadap orang tua sering kali berubah seiring dengan bertambahnya usia mereka. Sebagian remaja cenderung bersikap kurang hormat terhadap ayah dan ibu mereka. Tentu saja ini sangat memprihatinkan. Namun setelah beranjak dewasa, banyak dari mereka yang menyadari bahwa ayah dan ibu mereka memang tahu lebih banyak dari yang mereka duga. Alkitab mengatakan, “Hai anak-anak, taatilah orangtuamu didalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu –ini adalah perintah yang penting—seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi” (Efesus 6:1-3). Kitab Amsal juga mengajarkan hal yang sama, “Dengarkanlah ayahmu yang memperanakkan engkau.… Ayah seorang yang benar akan bersorak-sorak; yang memperanakkan orang-orang yang bijak akan bersukacita karena dia.” (Amsal 23:22,24). Ingatlah, anak-anak yang bijak akan membuat ayah mereka bersukacita! Amin!