SYALOM

SYALOM..KARENA BAGIKU HIDUP ADALAH KRISTUS DAN MATI ADALAH KEUNTUNGAN (FILIPI. 1:21)

Sabtu, 30 November 2013

PESAN NATAL BERSAMA


PESAN NATAL BERSAMA
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA (PGI)
KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA (KWI)
TAHUN 2013
“Datanglah, ya Raja Damai”
(Bdk. Yes. 9:5)


Saudara-saudari terkasih, 
segenap umat Kristiani Indonesia, 
Salam sejahtera dalam kasih Tuhan kita Yesus Kristus.

1. Kita kembali merayakan Natal, peringatan kelahiran Yesus Kristus Sang Juruselamat dunia. Perayaan kedatangan-Nya selalu menghadirkan kehangatan dan pengharapan Natal bagi segenap umat manusia, khususnya bagi umat Kristiani di Indonesia. Dalam peringatan ini kita menghayati kembali peristiwa kelahiran Yesus Kristus yang diwartakan oleh para Malaikat dengan gegap gempita kepada para gembala di padang Efrata, komunitas sederhana dan terpinggirkan pada jamannya (bdk. Luk. 2:8-12). Selayaknya, penyampaian kabar gembira itu tetap menggema dalam kehidupan kita sampai saat ini, dalam keadaan apapun dan dalam situasi bagaimanapun.

Tema Natal bersama PGI dan KWI kali ini diilhami suatu ayat dalam Kitab Nabi Yesaya 9:5 “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita; seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang; Penasehat Ajaib, Allah yang perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai”. Kekuatan pesan sang nabi tentang kedatangan Mesias dibuktikan dari empat gelar yang dijabarkan dalam nubuat tersebut, yaitu: 1). Mesias disebut “Penasihat ajaib”, karena Dia sendiri akan menjadi keajaiban adikodrati yang membawakan hikmat sempurna dan karenanya, menyingkapkan rencana keselamatan yang sempurna. 2). Dia digelari “Allah yang perkasa”, karena dalam DiriNya seluruh kepenuhan ke-Allah-an akan berdiam secara jasmaniah (bdk. Kol. 2:9, bdk. Yoh. 1:1.14). 3). Disebut “Bapa yang kekal” karena Mesias datang bukan hanya memperkenalkan Bapa Sorgawi, tetapi Ia sendiri akan bertindak terhadap umat-Nya secara kekal bagaikan seorang Bapa yang penuh dengan belas kasihan, melindungi dan memenuhi kebutuhan anak-anak-Nya (Bdk. Mzm. 103:3). 4). Raja Damai, karena pemerintahan-Nya akan membawa damai bagi umat manusia melalui pembebasan dari dosa dan kematian (bdk. Rm. 5:1; 8:2). 

2. Seiring dengan semangat dan tema Natal tahun ini, kita menyadari bahwa Natal kali ini tetap masih kita rayakan dalam suasana keprihatinan untuk beberapa situasi dan kondisi bangsa kita. Kita bersyukur bahwa Konstitusi Indonesia menjamin kebebasan beragama. Namun, dalam praktek kehidupan berbangsa dan bernegara, kita masih merasakan adanya tindakan-tindakan intoleran yang mengancam kerukunan, dengan dihembuskannya isu mayoritas dan minoritas di tengah-tengah masyarakat oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan kekuasaan. Tindakan intoleran ini secara sistematis hadir dalam berbagai bentuknya. Selain itu, di depan mata kita juga tampak perusakan alam melalui cara-cara hidup keseharian yang tidak mengindahkan kelestarian lingkungan seperti kurang peduli terhadap sampah, polusi, dan lingkungan hijau, maupun dalam bentuk eksploitasi besar-besaran terhadap alam melalui proyek-proyek yang merusak lingkungan.   

Hal yang juga masih terus mencemaskan kita adalah kejahatan korupsi yang semakin menggurita. Usaha pemberantasan sudah dilakukan dengan tegas dan tak pandang bulu, tetapi tindakan korupsi yang meliputi perputaran uang dalam jumlah yang sangat besar masih terus terjadi. Hal lain yang juga memprihatinkan adalah lemahnya integritas para pemimpin bangsa. Bahkan dapat dikatakan bahwa integritas moral para pemimpin bangsa ini kian hari kian merosot. Disiplin, kinerja, komitmen dan keberpihakan kepada kepentingan rakyat digerus oleh kepentingan politik kekuasaan. Namun demikian, kita bersyukur karena Tuhan masih menghadirkan beberapa figur pemimpin yang patut dijadikan teladan. Kenyataan ini memberi secercah kesegaran di tengah dahaga dan kecewa rakyat atas realitas kepemimpinan yang ada di depan mata.

3. Karena itu, Gema tema Natal 2013 “Datanglah, Ya raja Damai” menjadi sangat relevan. Nubuat Nabi Yesaya sungguh memiliki kekuatan dalam ungkapannya. Seruan ini  mengungkapkan sebuah doa permohonan dan sekaligus harapan akan datangnya sang pembawa damai dan penegak keadilan (bdk. “Penasihat Ajaib”). 
Doa ini dikumandangkan berangkat dari kesadaran bahwa dalam  situasi apapun, pada akhirnya  “Allah yang perkasa, Bapa yang Kekal,” Dialah yang memiliki otoritas atas dunia ciptaan-Nya.  Dengan demikian, semangat Natal adalah semangat merefleksikan kembali arti Kristus yang sudah lahir bagi kita, yang telah menyatakan karya keadilan dan perdamaian dunia, dan karenanya pada saat yang sama, umat berkomitmen untuk mewujudkan kembali karya itu, yaitu karya perdamaian di tengah konteks kita. Tema ini sekaligus mengacu pada pengharapan akan kehidupan kekal melalui kedatangan-Nya yang kedua kali sebagai Hakim yang Adil. Semangat tema ini sejalan dengan tekad Gereja-gereja sedunia yang ingin menegakkan keadilan, sebab kedamaian sejati tidak akan menjadi nyata tanpa penegakan keadilan. 
Karena itu, dalam pesan Natal bersama kami tahun ini, kami hendak menggarisbawahi semangat kedatangan Kristus tersebut dengan sekali lagi mendorong Gereja-gereja dan seluruh umat Kristiani di Indonesia untuk tidak jemu-jemu menjadi agen-agen pembawa damai dimana pun berada dan berkarya. Hal itu dapat kita wujudkan antara lain dengan:
• Terus mendukung upaya-upaya penegakkan keadilan, baik di lingkungan kita maupun dalam lingkup yang lebih luas. Hendaklah kita menjadi pribadi-pribadi yang adil dan bertanggung jawab, baik dalam lingkungan keluarga, pekerjaan, gereja, masyarakat dan dimana pun Allah mempercayakan diri kita berkarya. Penegakkan keadilan, niscaya diikuti oleh sikap hidup yang berintegritas, disiplin, jujur dan cinta damai.
• Terus memberi perhatian serius terhadap upaya-upaya pemeliharaan, pelestarian dan pemulihan lingkungan. Mulailah dari sikap diri yang peduli terhadap kebersihan dan keindahan alam di sekitar kita, penghematan pemakaian sumber daya yang tidak terbarukan, serta bersikap kritis terhadap berbagai bentuk kegiatan yang bertolak belakang dengan semangat pelestarian lingkungan. Dengan demikian kita juga berperan dalam memberikan keadilan dan perdamaian terhadap lingkungan serta generasi penerus kita.
• Semangat cinta damai dan hidup rukun menjadi dasar yang kokoh dan modal yang sangat penting untuk menghadapi agenda besar bangsa kita, yaitu Pemilu legislatif maupun Pemilu Presiden-Wakil Presiden tahun 2014 yang akan datang. 
Saudara-saudara terkasih,
Marilah kita menyambut kedatangan-Nya sambil terus mendaraskan doa Santo Fransiskus dari Asisi ini:

Tuhan,
Jadikanlah aku pembawa damai,
Bila terjadi kebencian, jadikanlah aku pembawa cinta kasih
Bila terjadi penghinaan jadikanlah aku pembawa pengampunan

Bila terjadi perselisihan, jadikanlah aku pembawa kerukunan
Bila terjadi kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian 
Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran
Bila terjadi kesedihan, jadikanlah aku sumber kegembiraan,
Bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang,

Tuhan semoga aku lebih ingin menghibur daripada dihibur,
Memahami dari pada dipahami, mencintai dari pada dicintai,
Sebab dengan memberi aku menerima
Dengan mengampuni aku diampuni
Dengan mati suci aku bangkit lagi, untuk hidup selama-lamanya.
Amin

SELAMAT NATAL 2013 DAN TAHUN BARU 2014
Jakarta, 18 November 2013
Atas nama



   PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA                     KONFERENSI WALIGEREJA
               DI INDONESIA  (PGI),                                          INDONESIA (KWI),
    

             Pdt. Dr. A.A. Yewangoe                                            Mgr. I. Suharyo
                      Ketua Umum                                                           Ketua
    

             
                 Pdt. Gomar Gultom                                       Mgr. J.M. Pujasumarta
                   Sekretaris Umum                                           Sekretaris Jendral

Jumat, 29 November 2013

SIKAP CEROBOH ITU SANGAT MERUGIKAN

SIKAP CEROBOH ITU SANGAT MERUGIKAN

Kejadian 34:1-31

Tindakan kecerobohan atau tidak hati-hati, biasanya bermuara pada kerugian diri sendiri. Dikisahkan dalam nas ini, Dina berjalan pergi sendirian, bahkan pergi sendirian ke tengah-tengah orang kafir, mengunjungi perempuan-perempuan kafir (ay 1). Tentu saja ini merupakan suatu hal yang berbahaya bagi seorang perempuan untuk berjalan-jalan sendirian. Dina seharusnya tahu akan hal itu, tetapi ia tetap melakukannya. Apa akibatnya? Sangat jelas ketika kita membaca keseluruhan kisahnya yang memilukan dalam nas ini. Dina, putri Yakub satu-satunya, diperkosa oleh Sikhem, anak Hemor, raja orang Hewi. Sikhem lalu memintanya sebagai isteri dan ia tersedia bersunat: tetapi secara kotor Sikhem dibunuh oleh Lewi dan Simeon.

Ceritera berikutnya mengenai dua suku: Hamor, ayah Sikhem, mengusulkan perkawinan masal antara sukunya sendiri dengan anak-anak Yakub. Usul itu diterima dengan syarat bahwa suku Hamor bersunat. Persetujuan itu dilanggar oleh anak-anak Yakub yang merampasi kota Sikhem dan membunuh penduduknya. Simeon dan Lewi membunuh mereka semua (ay 25-26a). Mereka marah, lalu membunuh Sikhem dan Hemor. Kemarahan sering membuat orang bertindak tidak rasionil. Sekalipun anak-anak Yakub, khususnya Simeon dan Lewi, mempunyai alasan yang benar untuk marah, tetapi karena perwujudan kemarahan itu terlalu berlebihan, maka mereka dikecam. Seperti yang dikatakan oleh Pulpit Commentary: “A just cause for anger does not excuse its excess” (= penyebab yang benar dari suatu kemarahan, tidak memaafkan kemarahan yang berlebihan). Berhati-hatilah dengan perwujudan yang berlebihan dari kemarahan.

Pada waktu anak-anak Yakub pulang, dan mendengar peristiwa itu, mereka menjadi sangat marah (ay. 7). Sampai di sini mereka sebetulnya tidak salah! Marah menghadapi hal seperti itu adalah wajar dan bahkan harus ada dalam diri orang percaya! Perwujudan kemarahan anak-anak Yakub, khususnya Simeon dan Lewi (ay 13-29). Mereka berkata bahwa mereka tidak boleh kawin dengan orang yang tidak bersunat. Sebetulnya kata-kata ini benar kalau mereka tidak mengucapkannya sebagai tipu muslihat. Tetapi jelas bahwa di sini mereka mengucapkannya sebagai tipu muslihat, dan ini jelas salah, karena mereka menggunakan nama Tuhan/agama/sakramen sebagai tipu daya kepada orang lain.

Demikian pun tentang perkataan Simeon dan Lewi kepada Hemor, Sikhem, dan semua rakyat jika mereka disunat, maka bolehlah Sikhem mengawini Dina. Ini salah, bukan hanya karena ini adalah tipu daya, tetapi juga karena kata-kata itu sendiri adalah salah! Mengapa? Karena sekedar disunat tidak menjadikan mereka umat Allah, sehingga tetap tidak menyebabkan mereka boleh mengawini umat Tuhan. Ingat bahwa yang penting bukanlah sunat secara lahiriah, tetapi pertobatan mereka! Ada banyak orang kristen yang mempunyai pandangan demikian: ‘asal pacar saya mau dibaptis dan pergi ke gereja, saya boleh menikah dengan dia! Bertobat sungguh-sunguh atau tidak, tidak jadi soal!’ Ingat bahwa sekalipun pernikahan antar orang kristenpun tidak dijamin bahagia, tetapi pernikahan campuran dijamin tidak bahagia! Karena itu janganlah menikah dengan orang yang tidak sungguh-sungguh percaya kepada Kristus (bdk. 2Kor 6:14).

Melalui peristiwa kehidupan, terlihat dengan jelas betapa sikap umat pilihan Allah terkadang bertindak seperti orang kafir yang ganas. Yakub tua yang malang menjadi susah. Yakub sang ayah yang sudah sepuluh tahun di Sukot dan Sikhem merupakan pilihan tempat yang ceroboh. Hidup di lingkungan kafir yang berbahaya bagi keluarganya. Di samping itu Yakub tanpa melakukan sesuatu yang berarti dalam mempersiapkan keluarganya secara rohani menghadapi berbagai arus deras kehidupan. Dia terlalu sibuk mengumpulkan harta materi dan memperoleh keuntungan duniawi sehingga tidak sempat memperhatikan dasar-dasar kesusilaan dan rohani keluarganya. Waspadalah terhadap sikap yang ceroboh, tidak hati-hati, karena itu mendatangkan banyak kerugian bagi diri sendiri. Amin!

Pdt. Kristinus Unting, M.Div

Senin, 25 November 2013

BELAJAR DARI "TAHTA DAUD"

BELAJAR DARI "TAHTA DAUD" (Senin, 25 Nopember 2013) 
 II Samuel 7:1-17 
 Daud adalah seorang yang mendapatkan janji Allah, “Apabila umurmu sudah genap dan engkau telah mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu, maka Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan aku akan mengokohkan kerajaannya “ (ay.12). Allah bermaksud agar keturunan Daud selalu menduduki takhta di Yerusalem, asal saja para raja Yehuda itu tetap setia dan taat kepada-Nya. Janji Allah bahwa keturunan Daud akan berlangsung selama-lamanya di atas orang Israel bergantung pada kesetiaan Daud dan keturunannya untuk taat pada Allah. Allah tidak mengikat perjanjian dengan Daud karena Daud layak, benar, atau telah melakukan perbuatan baik; sebaliknya perjanjian itu ditetapkan karena kemurahan dan kasih karunia-Nya (2 Sam. 7:21), untuk kemuliaan nama-Nya (ay. 26), masa depan umat-Nya Israel (2 Sam. 5:12), dan akhirnya keselamatan semua bangsa (2 Sam.11:1,10). Daud menerima janji Allah ini dengan kerendahan hati dan iman. Sebenarnya Daud bukanlah seorang bapa yang tidak pernah melakukan kesalahan dalam hidupnya. Tetapi Tuhan mengampuni dan memulihkan kehidupan Daud sebagai seorang bapa. Apa yang menyebabkan Daud berhasil menjalankan perannya sebagai bapa, sehingga janji Tuhan digenapi ? Salah satu penyebab utama keberhasilan Daud dalam menjalankan perannya sebagai bapa bagi Salomo adalah kecintaannya terhadap Taurat Tuhan. Daud mencintai Taurat Tuhan. Daud merenungkannya siang dan malam. Daud banyak menghabiskan waktunya berurusan dengan Taurat Tuhan. Tuhan telah berjanji mengenai takhta Daud, bahwa Ia akan membuatnya kokoh dan bertahan generasi demi generasi. Dan Salomo adalah orang yang mendapat kasih karunia serta dipilih Tuhan untuk menjadi orang pertama yang menduduki takhta Daud setelah Daud sendiri (ay.13). Bagaimana dengan para bapa saat ini ? Apakah kita begitu mencintai firman Tuhan ? Apakah kita banyak menghabiskan waktu kita mempelajari firmanNya ? Apakah kita melakukan banyak meditasi firman dalam kehidupan doa kita ? Tuhan tidak menuntut kesempurnaan kita sebagai seorang bapa, tetapi meminta kita untuk sungguh-sungguh mencintai firmanNya, agar janjiNya bagi kita dapat digenapi. Seorang bapa dalam suatu keluarga juga dapat dianugerahi “takhta Daud”, yaitu suatu anugerah untuk memerintah, melayani serta memberkati seluruh anggota keluarga. Seorang bapa yang menduduki “takhta Daud” ini seharusnya mengalami persiapan seperti yang dialami Daud sendiri. Seorang bapa yang telah mengalami disiplin Tuhan bertahun-tahun lamanya, akan dapat menjalankan “takhta Daud” dengan baik. Walaupun mungkin ia jatuh, tetapi Tuhan akan memulihkannya kembali. Jika “takhta Daud” ini dijalankan dengan baik, maka seluruh anggota keluarga akan diberkati. Jika tidak, tentu sebaliknya yang akan terjadi. Amin! (Pdt.Kristinus Unting)