KITALAH RAHAB (Kamis, 21Nopember 2013)
Yosua 2:1-24
Tuhan dengan segala tindakanNya tidak dapat ditebak dengan indera
manusia. Ada-ada saja yang dilakukan Tuhan sebagai bagian dari pekerjaan
penyelamatanNya. Kita sering berpikir bahwa orang-orang yang
diperkenankan Tuhan sebagai alatNya atau hambaNya adalah orang baik dan
benar. Memang apa yang dipikirkan manusia belum itu sama dengan pikiran
Tuhan.
Begitulah yang dilakukan Tuhan ketika mereka akan
merebut kota Yerikho. Pengintai yang diutus justru sampai ke rumah
Rahab, seorang perempuan (yang bukan termasuk perempuan baik-baik
apalagi terhormat) sundal. Dalam pribadi Rahab yang sundal itu tersimpan
perilaku yang berani, santun, smart dalam bernegosiasi dan yang tidak
kalah penting, dia takut akan Tuhan. Rahab pemberani karena ia
mempertaruhkan nyawanya bukan hanya demi keselamatan hidup dua orang
pengintai Israel tetapi kelangsungan hidup seluruh umat Israel yang
menanti kabar di seberang sungai Yordan. Sikap santun Rahab nampak dalam
caranya memperlakukan tamunya secara baik dan penuh penghargaan.
Negosiasi yang ditawarkan Rahab mengenai jaminan keselamatan dirinya
dan seluruh keluarganya berhasil. Dan memang pada akhirnya ketika Israel
merebut Yerikho, Rahab dan seluruh keluarganya mendapat perlindungan.
Bagian yang terpenting adalah rasa takut Rahab kepada Tuhan. Ayat 11
bisa dikatakan sebagai pengakuan iman Rahab: “…sebab TUHAN, Allahmu,
ialah Allah di langit di atas dan di bumi di bawah.” Ditampilkannya
Rahab dalam cerita ini bukan melalui proses perubahan Rahab dari tidak
baik menjadi baik barulah dipakai Tuhan. Tidak sama sekali. Rahab
dipakai sebagaimana adanya dia: perempuan sundal, namun dengan segala
kelebihan yang tersimpan di balik kesundalannya.
Kisah Rahab
mengingatkan kita akan diri kita sendiri. Kita adalah kawanan orang yang
hidup dengan noda dan dilumuri kelemahan. Dalam keadaan seperti ini
kita sering menilai bahwa diri kita tidak memiliki arti. Tidak salah.
Lihatlah bagaimana cara manusia dengan derajat tinggi memandang dan
memperlakukan sesamanya yang tidak sederajat dengannya. Karena perlakuan
itu, orang dengan derajat rendah pun memandang dan menilai rendah
dirinya sendiri. Orang yang rendah tidak akan “terpakai” di dalam dunia
ini. Akan tetapi, pandangan Tuhan justru sebaliknya. Sehina-hina dan
serendah-rendahnya manusia papa di hadapan sesama manusia, bagi Tuhan
dia adalah harta yang berharga.
Dengan otoritasNya, Tuhan bisa
melakukan apa saja menurut kemauanNya, termasuk memakai manusia hina
menjadi alatNya. Tuhan mampu mempekerjakan manusia meski tanpa
tangan,Tuhan mampu mengkaryakan orang buta meski tidak melihat, Tuhan
mampu memberdayakan manusia dengan mental terbelakang meski dijauhi,
diabaikan dan sebagainya. Tuhan mampu membuat manusia yang dalam
pandangan manusia lain dipandang tidak berguna menjadi jauh lebih
berdayaguna dibanding manusia normal dan terpandang. Kitalah
manusia-manusia itu. Dalam ketidakberdayaan dan ketidakmampuan kita,
Tuhan selalu memakai kita menjadi alatNya dan hambaNya. Sebab itu kita
patut bersyukur dan mengaku iman kepada Tuhan bahwa kita ada sebagaimana
kita ada saat ini karena Tuhan memakai kita. Dan tetaplah yakin bahwa
esokpun Tuhan masih mau memakai kita.
(Pdt. Merilyn, MTh, Dosen STAKN Palangka Raya).
KITALAH RAHAB (Kamis, 21Nopember 2013)
Yosua 2:1-24
Tuhan dengan segala tindakanNya tidak dapat ditebak dengan indera manusia. Ada-ada saja yang dilakukan Tuhan sebagai bagian dari pekerjaan penyelamatanNya. Kita sering berpikir bahwa orang-orang yang diperkenankan Tuhan sebagai alatNya atau hambaNya adalah orang baik dan benar. Memang apa yang dipikirkan manusia belum itu sama dengan pikiran Tuhan.
Begitulah yang dilakukan Tuhan ketika mereka akan merebut kota Yerikho. Pengintai yang diutus justru sampai ke rumah Rahab, seorang perempuan (yang bukan termasuk perempuan baik-baik apalagi terhormat) sundal. Dalam pribadi Rahab yang sundal itu tersimpan perilaku yang berani, santun, smart dalam bernegosiasi dan yang tidak kalah penting, dia takut akan Tuhan. Rahab pemberani karena ia mempertaruhkan nyawanya bukan hanya demi keselamatan hidup dua orang pengintai Israel tetapi kelangsungan hidup seluruh umat Israel yang menanti kabar di seberang sungai Yordan. Sikap santun Rahab nampak dalam caranya memperlakukan tamunya secara baik dan penuh penghargaan.
Negosiasi yang ditawarkan Rahab mengenai jaminan keselamatan dirinya dan seluruh keluarganya berhasil. Dan memang pada akhirnya ketika Israel merebut Yerikho, Rahab dan seluruh keluarganya mendapat perlindungan. Bagian yang terpenting adalah rasa takut Rahab kepada Tuhan. Ayat 11 bisa dikatakan sebagai pengakuan iman Rahab: “…sebab TUHAN, Allahmu, ialah Allah di langit di atas dan di bumi di bawah.” Ditampilkannya Rahab dalam cerita ini bukan melalui proses perubahan Rahab dari tidak baik menjadi baik barulah dipakai Tuhan. Tidak sama sekali. Rahab dipakai sebagaimana adanya dia: perempuan sundal, namun dengan segala kelebihan yang tersimpan di balik kesundalannya.
Kisah Rahab mengingatkan kita akan diri kita sendiri. Kita adalah kawanan orang yang hidup dengan noda dan dilumuri kelemahan. Dalam keadaan seperti ini kita sering menilai bahwa diri kita tidak memiliki arti. Tidak salah. Lihatlah bagaimana cara manusia dengan derajat tinggi memandang dan memperlakukan sesamanya yang tidak sederajat dengannya. Karena perlakuan itu, orang dengan derajat rendah pun memandang dan menilai rendah dirinya sendiri. Orang yang rendah tidak akan “terpakai” di dalam dunia ini. Akan tetapi, pandangan Tuhan justru sebaliknya. Sehina-hina dan serendah-rendahnya manusia papa di hadapan sesama manusia, bagi Tuhan dia adalah harta yang berharga.
Dengan otoritasNya, Tuhan bisa melakukan apa saja menurut kemauanNya, termasuk memakai manusia hina menjadi alatNya. Tuhan mampu mempekerjakan manusia meski tanpa tangan,Tuhan mampu mengkaryakan orang buta meski tidak melihat, Tuhan mampu memberdayakan manusia dengan mental terbelakang meski dijauhi, diabaikan dan sebagainya. Tuhan mampu membuat manusia yang dalam pandangan manusia lain dipandang tidak berguna menjadi jauh lebih berdayaguna dibanding manusia normal dan terpandang. Kitalah manusia-manusia itu. Dalam ketidakberdayaan dan ketidakmampuan kita, Tuhan selalu memakai kita menjadi alatNya dan hambaNya. Sebab itu kita patut bersyukur dan mengaku iman kepada Tuhan bahwa kita ada sebagaimana kita ada saat ini karena Tuhan memakai kita. Dan tetaplah yakin bahwa esokpun Tuhan masih mau memakai kita.
(Pdt. Merilyn, MTh, Dosen STAKN Palangka Raya).

Tidak ada komentar:
Posting Komentar